MASA KECIL
Dominico
Savio berasal dari keluarga miskin, ia setiap hari berjalan kaki menuju
sekolahnya. Sejak masa kecilnya, Dominic amat mengasihi Tuhan. Suatu
hari, saat usianya baru empat tahun, ibunya mendapatkan puteranya berada
di sudut ruangan dengan tangan terkatup dan kepala tertunduk. Ia sedang
berdoa...! Pada usia lima tahun, setelah memohon dengan sangat, ia
diijinkan untuk menjadi Putera Altar dan ketika usianya tujuh tahun, ia
diperkenankan untuk menerima Komuni Pertama.
PERJUMPAAN DENGAN DON BOSCO
Ketika
berumur 12 tahun, Dominic berjumpa dengan seseorang yang mengubah
hidupnya di Murialdo, yakni Don Bosco. Imam dari Turin ini adalah
seorang pembina yang hebat, yang mendirikan Oratori St. Fransiskus dari
Sales. Bulan Oktober 1854, Dominic Savio, dengan diantar ayahnya,
menemui Don Bosco. Setelah Don Bosco menguji dengan beberapa pertanyaan,
Dominic bertanya,
“Bagaimana pendapat Pastor tentang saya?”
“Menurut saya, kamu adalah bahan yang bagus untuk jubah Tuhan,” jawab Don Bosco dengan senyum lebar.
“Pastor
adalah seorang tukang jahit yang hebat. Jika bahannya memang bagus,
ambillah saya dan jadikan saya jubah yang indah bagi Tuhan!”
Demikianlah,
pada usia dua belas tahun, Dominic diterima sebagai murid Oratori di
Turin. Ia dikenal oleh teman-teman dan para gurunya sebagai seorang anak
yang periang, ramah, serta teliti.
INGIN MENJADI KUDUS
Dominic
Savio bertekad untuk menjadi seorang kudus. Ia selalu pergi ke kapel
untuk berdoa. Ia menolak untuk bermain dengan teman-temannya, mukanya
pun menjadi serius. Dua hari lamanya Dominic bersikap demikian, sehingga
Don Bosco memanggilnya dan bertanya apakah ia sedang sakit.
“Tidak,” kata Dominic, “saya dalam keadaan sehat dan bahagia.”
“Jika demikian, mengapa kamu tidak mau bermain seperti biasanya? Mengapa mukamu demikian muram?”
“Saya ingin menjadi kudus, Pastor.”
Don
Bosco menasehati Dominic untuk senantiasa gembira dan tidak perlu
merasa khawatir; sebab melayani Tuhan adalah jalan menuju kebahagiaan
sejati. Nasehat Don Bosco membuahkan hasil. Dominic menjadi teladan
sukacita bagi teman-temannya. Nasihatnya pada temannya: Servite Domino
in laetitia (layanilah Tuhan dengan sukacita yang kudus).
LEBIH BAIK MATI DARIPADA BERBUAT DOSA
Sebelum Komuni Pertamanya, Dominic membuat empat janji yang ditulisnya dalam sebuah buku kecil :
* Saya akan menerima Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi sesering mungkin.
* Saya akan berusaha memberikan hari Minggu serta hari-hari libur sepenuhnya untuk Tuhan.
* Sahabat terbaikku ialah Yesus dan Maria.
* Lebih baik mati daripada berbuat dosa.
Janji keempat menjadi motto Dominic sepanjang hidupnya.
CINTA AKAN LAKU SILIH
Dalam
usia yang masih muda, kesehatan Dominic tidak prima, sehingga Don Bosco
tidak memperbolehkannya melakukan berbagai silih (mati raga). Tapi
menurut Dominic, semua anak akan sulit mempertahankan kemurniannya tanpa
silih.
Dengan semangat bersilih, Dominic memutuskan untuk makan
roti dan minum air tawar saja setiap hari Sabtu demi menghormati Bunda
Maria. Tetapi, Don Bosco melarangnya. Kemudian ia ingin berpuasa selama
Masa Advent. Baru seminggu ia berpuasa, Don Bosco mengetahuinya dan
menyuruhnya berhenti berpuasa. Semua silih itu akan berakibat buruk bagi
kesehatannya, yang sudah kurang baik.
Dominic lalu mencari cara
lain untuk melakukan silih. Ia meletakkan kerikil serta ranting-ranting
kayu di tempat tidurnya sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyaman.
Suatu hari, Dominic sakit. Don Bosco datang menjenguknya. Dilihatnya
bahwa Dominic hanya mengenakan selimut tipis. Don Bosco lalu berkata
dengan nada marah, “Apa maksudnya ini?! Kamu ingin mati kedinginan?!”
Sejak
saat itu Dominic dilarang keras melakukan silih badani apa pun tanpa
ijin Don Bosco. Perintah ini ditaatinya, walau dengan hati sedih. Don
Bosco yang menyadari bahwa Dominic tertekan lalu meminta ia berbicara
terus terang padanya.
“Saya sungguh tidak tahu harus bagaimana.
Tuhan bersabda bahwa tanpa silih, kita tidak dapat sampai ke Surga dan
sekarang saya dilarang melakukan silih. Jadi alangkah kecilnya
kesempatan saya untuk masuk surga!”
“Silih dosa yang Tuhan minta darimu ialah ketaatan. Taatlah dan itu sudah cukup,” jawab Don Bosco.
“Pastor, tidakkah saya diperbolehkan melakukan silih yang lain juga?” pintanya
“Jika
demikian, kerjakanlah segala sesuatu dengan penuh sukacita. Lalu,
bersedialah menanggung segala sesuatu demi cintamu kepada Tuhan, maka
pasti kamu akan beroleh belas kasih daripada-Nya,” jawab Don Bosco.
Kata-kata ini membuat Dominic merasa lebih baik. Hatinya juga menjadi
lebih tenang.
Demikianlah, ia lalu menyantap makanan yang tidak
disukainya, mengorbankan apa yang disukainya, menjaga matanya dari
pandangan yang tidak baik, mengorbankan keinginannya sendiri, rela
menanggung penderitaan baik mental maupun fisik. Hal-hal itulah yang
menjadi laku silih Dominic setiap hari.
DOA
Salah
satu dari sekian banyak karunia yang dilimpahkan Tuhan kepada Dominic
adalah karunia berdoa. Suatu ketika Dominic menghilang dari pagi sampai
saat makan malam. Don Bosco yang mencarinya, akhirnya menemukan muridnya
itu di gereja, khusuk dalam doa. Ia sudah berada di sana selama enam
jam, namun pikirnya Misa pagi masih belum selesai! Don Bosco menyebut
saat doa yang khusuk dan mendalam sampai tidak menyadari dirinya itu
sebagai “ectasy”.
DEVOSI KEPADA BUNDA MARIA
Dominic
memiliki devosi yang mendalam kepada Bunda Maria. Setiap hari ia
melakukan laku silih untuk menghormatinya. Setiap kali memasuki gereja,
Dominic berlutut di altar serta berdoa, “Bunda Maria. Aku berharap untuk
selalu menjadi anakmu. Berikanlah rahmat agar aku lebih memilih mati
daripada berbuat dosa dan melanggar kesucian.”
Satu tahun
sebelum ajalnya ia berkata kepada Don Bosco: “Pastor, saya ingin
melakukan sesuatu untuk Bunda Maria. Tetapi saya harus melakukannya
dengan segera, jika tidak, saya kuatir semuanya akan terlambat.” Dan
atas persetujuan Don Bosco, Dominic membentuk perkumpulan remaja yang
diberinya nama “Persaudaraan dalam Maria Immaculata”.
Tujuannya adalah membantu teman-teman yang lain agar dapat lebih dekat dan akrab dengan Tuhan Yesus dan Bunda Maria.
Setelah
kematiannya, Dominic menampakkan diri kepada St. Yohanes Bosco. Don
Bosco bertanya kepadanya hiburan terbesar apa yang didapatnya saat
kematiannya. Dominic menjawab, “Hiburan terbesar yang saya terima saat
kematian adalah pertolongan dari Bunda Allah yang penuh kuasa dan kasih.
Tolong sampaikan kepada teman-teman agar tidak lupa berdoa kepada Bunda
Maria setiap hari sepanjang hidup mereka.”
AKHIR HIDUPNYA
Kesehatan
Dominic tidak pernah prima. Pada bulan Maret 1857 ia jatuh sakit dan
pulang ke rumahnya di Mondonio. Dokter menyatakan ia menderita radang
paru-paru. Ia meninggal dengan tenang di rumahnya pada tanggal 9 Maret
1857 dalam usia empat belas tahun. Jenasahnya dimakamkan di Basilika
Maria Penolong Umat Kristiani di Turin, tak jauh dari makam
pembimbingnya kelak, St. Yohanes Bosco.
Setelah kematiannya, Don
Bosco menuliskan riwayat hidup Dominic Savio. Kemudian pada tanggal 12
Juni 1954, di halaman Gereja St. Petrus Vatican, Paus Pius XII
mengkanonisasi Dominic Savio sebagai Santo. Dalam sejarah gereja,
Dominic Savio merupakan orang kudus bukan martir yang termuda (belum
genap 15 tahun) yang dikanonisasi.
Pesta namanya dirayakan
tanggal 6 Mei, bukan tanggal 9 Maret pada hari wafatnya. Hal ini karena
pada bulan Maret, di Italia masih musim dingin. Maka agar anak-anak
dapat merayakannya, dengan persetujuan Rector Major Salesian dan
Kepausan, pesta nama Dominic Savio ditentukan tanggal 6 Mei (musim
semi). Dengan demikian, semua anak dapat merayakannya.Dominic Savio
adalah Pelindung Putra Altar, Pelindung Pramuka, Pelindung Koor Remaja
Putera dan Pelindung ibu yang sedang melahirkan.
NB :
- Jangan buka yg varrel7a.blogspot.com > itu yg lama
- Dominic : Dominico
- klo ad salah silahkan komentar,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar